Probolinggo – Dugaan praktik pungutan liar (pungli) dan penyelewengan distribusi bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi kembali mencuat. Kali ini terjadi di SPBU 53.672.23 Muneng, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo. SPBU tersebut diduga kuat masih secara terbuka melayani pembelian BBM subsidi jenis Pertalite kepada para tengkulak dalam jumlah besar, yang secara aturan jelas melanggar ketentuan distribusi.
Kondisi ini menuai keluhan dari masyarakat luas. Para pengguna kendaraan pribadi dan pelaku usaha kecil menengah merasa dipinggirkan, sebab harus menunggu dalam antrean panjang karena tengkulak yang membeli BBM menggunakan motor selalu bolak-balik.
Alih-alih memperbaiki sistem dan mengikuti aturan yang berlaku, pihak pengelola SPBU justru terkesan cuek dan tidak menganggap ada pelanggaran. Sejumlah awak media yang mencoba mengonfirmasi hal tersebut malah tidak mendapat tanggapan berarti. Para petugas SPBU bahkan bersikap seolah praktik semacam itu merupakan hal yang wajar dan tidak melanggar hukum.
“Sudah beberapa kali kami datangi dan konfirmasi. Tapi pihak SPBU tidak pernah menunjukkan itikad untuk memperbaiki mekanisme pelayanan. Tengkulak terus dilayani, sementara masyarakat yang berhak atas BBM subsidi harus mengalah,” ujar salah satu wartawan lokal yang enggan disebut namanya.
Keluhan serupa datang dari para pengguna BBM subsidi di wilayah Muneng dan sekitarnya. Mereka menyebut sering kali harus antre lama, bahkan hingga berjam-jam, karena antrean dipenuhi para pembeli dengan kendaraan modifikasi atau jeriken besar.
DPW LSM Botan Matenggo Woengoe (BMW) Jatim Ambil Sikap Tegas
Merespons kondisi ini, Ketua DPW LSM Botan Matenggo Woengoe (BMW) Jatim, Edi, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melayangkan surat resmi ke Humas Pertamina Jawa Timur untuk menuntut klarifikasi sekaligus mendorong tindakan tegas terhadap SPBU Muneng.
“Kami menilai ini sudah keterlaluan. Penyaluran BBM subsidi seharusnya diprioritaskan untuk rakyat kecil, bukan untuk kepentingan para tengkulak yang mencari untung besar. Kalau Pertamina tidak segera bertindak, maka kami anggap mereka ikut melindungi praktik busuk ini,” tegas Edi dalam pernyataannya, Selasa (29/7/2025).
Menurut Edi, praktik tersebut bukan hanya melanggar aturan distribusi BBM subsidi, tetapi juga masuk dalam kategori pungli dan penyalahgunaan wewenang. Ia mendesak aparat penegak hukum dan pemerintah daerah untuk tidak menutup mata atas persoalan ini.
“Kalau dibiarkan, ini menjadi preseden buruk. SPBU seharusnya melayani rakyat, bukan memperkaya tengkulak. Aparat jangan diam. Kalau tidak mampu menindak, berarti ada yang bermain,” tambahnya dengan nada tinggi.
Pertamina Harus Bertindak Nyata
Kritik tajam juga ditujukan kepada Pertamina sebagai BUMN yang bertanggung jawab atas distribusi BBM bersubsidi di Indonesia. Jika pengawasan lemah dan laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti, maka dikhawatirkan kepercayaan publik akan semakin menurun.
“Kami akan kawal kasus ini sampai tuntas. Kalau perlu, kami gelar aksi di depan SPBU maupun kantor Pertamina regional. Ini bukan sekadar soal antrean, tapi tentang keadilan bagi masyarakat kecil,” tegas Edi.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak SPBU Muneng belum memberikan pernyataan resmi. Sementara Humas Pertamina Jawa Timur juga belum merespons atau memberikan tindakan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengawasan distribusi BBM subsidi masih sangat lemah di lapangan. Saat masyarakat kecil terus dibebani antrean dan harga yang tidak stabil, praktik curang yang menguntungkan segelintir pihak terus dibiarkan tanpa sanksi yang nyata. (Tim/Red/**)