Banggai, Sulawesi Tengah — Suasana tenang di Kecamatan Toili Barat, Kabupaten Banggai, tiba-tiba menghangat setelah mencuatnya kabar bahwa Pemerintah Desa (Pemdes) Pandan Wangi melayangkan surat himbauan resmi kepada seluruh pemilik tempat hiburan malam atau café di wilayahnya. Surat tersebut menegaskan larangan keras untuk menjual minuman keras (miras), dengan ancaman penutupan bagi pihak yang tidak mematuhi.
Namun, di balik surat resmi itu, muncul dugaan adanya “misteri terselubung” yang kini mulai ramai diperbincangkan masyarakat setempat.
Menurut salah satu sumber terpercaya yang enggan disebutkan namanya, langkah Kades Pandan Wangi mengeluarkan surat himbauan tersebut bukan tanpa alasan. Ia menyebutkan bahwa Pemdes menerima teguran keras dari aparat penegak hukum (APH) akibat meningkatnya keresahan warga terkait aktivitas di sejumlah café yang menjual miras dan kerap menimbulkan gangguan kamtibmas.
“Kepala desa mendapat teguran langsung dari pihak berwajib karena adanya beberapa kejadian di tempat hiburan malam di wilayah Pandan Wangi. Jadi, surat himbauan itu muncul sebagai bentuk tindak lanjut atas tekanan dari aparat,” ungkap sumber tersebut kepada awak media.
Dalam surat itu, pemerintah desa menegaskan agar seluruh pemilik café tidak lagi menjual minuman keras dan turut menjaga ketertiban serta kenyamanan bersama warga. Pemdes bahkan memberi peringatan keras, bahwa jika himbauan tersebut diabaikan, maka izin operasional tempat hiburan malam akan dicabut atau ditutup permanen.
“Kami ingin menjaga ketentraman dan kenyamanan bersama. Bila tidak diindahkan, maka kami akan bertindak tegas menutup tempat tersebut,” tegas Kepala Desa Pandan Wangi dalam isi himbauannya yang kini beredar di kalangan pelaku usaha hiburan.
Meski demikian, muncul pertanyaan besar di kalangan masyarakat: “Mengapa baru sekarang pemerintah desa dan aparat bereaksi?”
Beberapa warga menilai bahwa praktik penjualan miras di café-café wilayah Pandan Wangi bukanlah hal baru. Aktivitas tersebut disebut-sebut sudah berlangsung lama tanpa adanya penindakan berarti. Hal inilah yang memunculkan dugaan adanya kelalaian, pembiaran, atau bahkan kepentingan tertentu yang baru “tersentuh” setelah mendapat tekanan dari pihak di atasnya.
“Kalau memang untuk menjaga kamtibmas, kenapa baru sekarang bertindak? Selama ini ke mana aparat dan pemerintah desa?” ujar salah satu warga yang menolak disebut namanya.
Kabar mengenai surat tersebut pun memancing berbagai spekulasi. Ada yang menilai langkah itu sebagai upaya reaktif setelah adanya teguran dari pihak berwajib, sementara sebagian lain menganggapnya langkah positif meski terlambat.
Pemerhati sosial di wilayah Toili Barat juga menyoroti perlunya transparansi dan konsistensi penegakan aturan, agar kebijakan seperti ini tidak hanya muncul karena tekanan, tetapi menjadi bagian dari sistem tata kelola pemerintahan desa yang berintegritas.
“Kebijakan larangan miras sangat baik untuk keamanan masyarakat, tapi akan lebih kuat jika sejak awal ditegakkan secara konsisten, bukan karena ada tekanan atau kepentingan mendadak,” ujar salah satu aktivis lokal.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak Pemerintah Desa Pandan Wangi, aparat penegak hukum setempat, dan sejumlah pemilik café belum dapat dikonfirmasi secara resmi. Namun, masyarakat kini menunggu langkah lanjutan: apakah surat himbauan tersebut benar-benar akan ditegakkan, atau sekadar menjadi formalitas setelah adanya sorotan publik.