Probolinggo – Praktik penambangan galian C yang diduga ilegal kembali menjadi sorotan publik. Kali ini, sebuah tambang yang diduga kuat dimiliki oleh seorang warga keturunan Tionghoa berinisial SN, bebas beroperasi di kawasan perbatasan antara Desa Boto dan Desa Patalan, Kabupaten Probolinggo, tanpa pengawasan ketat dari pihak berwenang.
Aktivitas tambang tersebut ditengarai tidak mengantongi dokumen perizinan resmi, namun tetap berjalan lancar dengan lalu-lalang truk pengangkut material tambang setiap hari. Warga sekitar yang resah mulai angkat suara, menyampaikan berbagai dampak negatif yang mereka alami akibat kegiatan tambang tersebut.
“Truk-truk keluar masuk tanpa henti, jalan jadi rusak parah dan penuh debu. Kalau hujan, jadi becek dan licin, kalau kering, jadi debu tebal. Kami ini yang tinggal di sekitar sini sangat dirugikan,” ungkap seorang warga yang meminta namanya tidak disebut karena alasan keselamatan.
Bahkan, menurut keterangan beberapa warga, aktivitas penambangan telah melebihi batas koordinat yang semestinya dan masuk ke lahan-lahan produktif yang seharusnya dilindungi. Namun, hingga kini, belum terlihat adanya langkah penindakan tegas dari pemerintah setempat maupun aparat penegak hukum.
Tim investigasi media ini yang meninjau lokasi menemukan bahwa jalur yang dilintasi truk tambang berada dalam kondisi sangat memprihatinkan. Tidak terlihat adanya sistem penyiraman untuk meredam debu, padahal truk-truk tambang melintas sejak pagi hingga malam hari.
Kondisi tersebut menimbulkan dugaan kuat bahwa tambang ini tidak dilengkapi dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Jika mereka punya AMDAL, mestinya ada sistem mitigasi dampak lingkungan. Tapi yang kita lihat di lapangan, nihil. Tidak ada pengelolaan limbah, tidak ada penyiraman, apalagi reklamasi. Dugaan kuat, mereka beroperasi tanpa izin lingkungan,” ujar salah satu anggota tim investigasi yang mendampingi peliputan.
Lebih parahnya lagi, pasca penambangan tidak terlihat upaya reklamasi atau pemulihan lahan yang rusak. Bekas galian dibiarkan menganga, menciptakan potensi bahaya bagi anak-anak dan warga sekitar, serta menyebabkan kerusakan ekologis yang bersifat jangka panjang.
Sorotan tajam juga datang dari aktivis lingkungan dan LSM. Ketua DPW LSM Botan Matenggo Woengoe (BMW) Jawa Timur, Darminto, menyatakan akan segera mengambil langkah hukum terkait aktivitas tambang ilegal tersebut.
“Kami akan segera membuat laporan resmi kepada aparat penegak hukum serta Dinas ESDM dan Dinas Lingkungan Hidup. Negara tidak boleh kalah dari para pelaku tambang ilegal yang merusak lingkungan dan mengabaikan hukum,” tegas Darminto.
Ia juga menambahkan bahwa pembiaran terhadap tambang ilegal seperti ini adalah bentuk nyata dari ketimpangan hukum, di mana pemilik modal bisa leluasa melakukan pelanggaran karena diduga memiliki “backing” dari oknum-oknum tertentu.
Masyarakat mendesak agar aparat gabungan dari Kepolisian, Satpol PP, serta perangkat kecamatan dan kabupaten segera turun ke lokasi, menghentikan aktivitas tambang, dan menyegel lokasi tambang tersebut. Mereka juga meminta pelaku diproses sesuai hukum, tanpa pandang bulu.
“Jangan biarkan hukum hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas. Ini ujian bagi negara dan aparatnya. Jika dibiarkan, akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum ke depan,” pungkas salah satu tokoh masyarakat Desa Patalan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak terkait dari Pemerintah Kabupaten Probolinggo dan Dinas ESDM belum memberikan tanggapan resmi atas dugaan tambang ilegal yang semakin meresahkan masyarakat tersebut.
(Tim investigasi BMW Jatim)